Cara membagi warisan harta gono-gini
Marimin menikah dengan Marmi tahun 2000. Suami berprofesi guru sedangkan istri bekerja di rumah sakit, sebagai perawat. Keluarga muda itu membeli rumah bersubsidi dp 0. Dengan cara mengangsur Rp. 1.500.000/bulan selama lima belas tahun.
Pada tahun ketiga pernikahan, bapaknya Marimin meninggal. Sebagai anak laki-laki ia mendapat warisan sawah tiga patok. Sementara Marmi juga punya perhiasan dari pemberian Marimin saat menikah 10 gram, dan pemberian ibunya 15 gram.
Sekarang keluarga itu sudah 22 tahun berumah tangga. Kekayaannya sudah jauh lebih banyak. Rumah sudah berubah tingkat, motor metik ada dua, mobilpun ada. Mereka punya tiga anak, satu laki-laki dua perempuan.
Minggu lalu Marmi meninggal. Wanita itu masih punya ibu. Sedangkan ayahnya sudah meninggal setahun lalu, kena covid. Bagaimana cara membagi warisannya almarhumah ?
Rukun pembagian warisan itu ada tiga. Pertama, ada orang yang meninggal; kedua, ada ahli waris dan ketiga ada harta yang diwariskan.
Yang wafat Marmi, ahli warisnya suami, ibu, satu anak laki-laki dan dua anak perempuan. Lalu, mana harta Marmi yang dibagi ?
Dalam fikih tidak dikenal harta gono-gini atau harta bersama. Yang ada adalah harta milik pribadi-pribadi. Mungkin karena, para pengarang kitab fikih itu ulama Arab di mana budaya di sana memang tidak ada harta bersama. Harta suami adalah harta suami dan harta istri adalah harta istri.
Sementara di Indonesia, faktanya setelah suami-istri hidup bersama harta berkembang begitu banyaknya. Ada peran suami dan istri dalam pencarian harta tersebut. Misalnya pada kasus keluarga Marimin di atas. Dalam mengangsur rumah tidak selamanya dari uang gaji Marimin akan tetapi terkadang juga dari gajinya si Istri. Demikian pula saat merenovasi rumah, membeli mobil, motor dan perabotan rumah tangga.
Fakta seperti ini oleh para ulama Indonesia dinamakan harta bersama. Ketentuan ini diakomodasi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 85 – 97. Pasal 85 berbunyi.
Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri.
Dasar pemikiran dari harta bersama ini adalah, bahwa suami-istri itu membanguan rumah tangga atas ikatan mitsaqan ghalidza (perjanjian agung) sebagimana firman Allah berikut:
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا [النساء/21]
Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.
Suami istri telah melakukan syirkah abdan, yaitu persekutuan badan untuk meraih sesuatu, yaitu keluarga yang sakinah, sehat, sejahtera lahir batin. Contoh lain syirkah abdan itu begini.
Budi seorang sopir truk. Ia memperoleh order pasir kali Progo dari pak Ahmad. Laki-laki itupun membeli pasir di Yogyakarta. Saat sampai di rumah pak Ahmad ia minta Parjo dan Gino menurunkan pasar tersebut, dengan imbalan Rp. 300 ribu. Kedua pemuda itu setuju. Nah, Parjo dan Gino dalam fikih muamalat disebut sedang melakukan syirkah abdan (kongsi badan) untuk mendapat upah yang dijanjikan Budi.
Merujuk pasal 85 -97 KHI, maka dapat dihitung berapa nilai harta Marmi yang dibagi sebagai harta warisan.
Catatan pertama, sawah tiga patok milik Marimin hasil warisan dari bapaknya adalah harta milik Marimin. Demikian pula perhiasan emas pemberian Marimin saat menikah dan dari ibunya adalah milik Marmi.
Catatan kedua, harta yang dimiliki keluarga itu setelah pernikahan berupa rumah dan kendaraan itu disebut harta bersama. Karena itu sebelum diwariskan dibagi terlebih dahulu. Separuh milik Marimin dan separuh milik istrinya.
Nah, harta bersama setelah dibagi dua itulah yang dinanamakan gono-gini. Karena itu yang dibagi waris adalah harta bagian milik Marmi setelah bagian Marimin diberikan. Ditambah 25 gram perhiasan emas hasil pemberian Marimin dan ibunya.
Misal, rumah senilai Rp. 1 M, dua motor Rp. 30 juta dan mobil Rp. 200 juta Maka jumlah gono adalah Rp. 615 juta. Begitupula jumlah gini sama, yaitu Rp. 615 juta. Ditambah perhiasan emas 25 gram, misalnya laku Rp. 25 Juta, maka pembagiannya sebagai berikut:
Ibu dapat 1/6 bagian yaitu Rp.106.666.000, sedangkan suami mendapat ¼ bagian yaitu Rp. 160.000.000, Sisanya milik ketiga anak dengan cara pembagian laki-laki memperoleh dua bagian perempuan. Jika dihitung, sisa bagian itu adalah : 373.334.000. Dua anak perempuan masing-masing mendapat Rp. 93.333.500, sedangkan anak laki-laki Rp. 186.667.000
Bagaimana jika Ibu tidak mau menerima karena kasihan dengan cucu-cucunya. Urusan tidak mau itu masalah lain, tetapi hak warisan mesti diberikan dahulu. Setelah itu diserahkan kepada cucunya boleh saja.
Demikian pula Marimin, ia akan lebih bebas apabila harta warisan sang istri dibagi terlebih dahulu. Karena jika tidak dibagi, kemudian ia menikah lagi lalu istri barunya diajak tinggal satu rumah akan berpeluang mengambil haknya ahli waris.
Fikih warisan itu sederhana dan gampang, yang tidak mudah adalah menjalankannya. Mungkin dirasa tidak adil dan kurang sesuai dengan budaya timur. Ternyata sejak awal Allah sudah tahu bahwa syari’at tentang waris itu akan ditentang manusia, karena itu Allah menutup ayatnya dengan kalimat:
آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا [النساء/11]
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
Wallahua’lam (Muh nursalim)
0 Jumlah Komentar:
Posting Komentar
Silahkan yang ingin tanya, tulis di kolom komentar, kami siap melayani anda.
JAM KERJA PELAYANAN
Senin -Kamis : 07:30 -16:00 WIB
Jum'at : 07:30-16:30 WIB
Wa.me/085713742821